Pada
hari ini, tepat 4 tahun yang lalu hari kelulusanku dari Sekolah Menengah Atas
pun tiba. Tidak seperti wajarnya anak yang lulus sekolah dengan merayakan
kegembiraannya lulus dengan pawai keliling kota, corat-coretan baju seragam
atau hal-hal yang terlalu kekanak-kanakan. Di sekolahku, MAN Yogyakarta 1
terbiasa mensyukuri kelulusan dengan aksi jalan kaki bersama dari sekolah menuju
Masjid Agung Keraton Yogyakarta untuk melakukan sujud syukur bersama. Kegiatan
ini pun telah berjalan beberapa tahun dan sempat masuk media cetak sebagai
contoh aksi kelulusan yang patut di jadikan contoh bagi sekolah-sekolah lain.
Kali ini saya tidak akan membahas terlalu jauh tentang tradisi di sekolah saya
ini karena jujur saja saya pun tidak pernah ikut merayakan kelulusan seperti dengan cara-cara di atas..:D
Kelulusan
mengingatkan saya pada seorang sahabat yang dengan tegarnya menghadapi
pergolakan batin yang luar biasa dahsyat karena dia dinyatakan BELUM LULUS.
Saat pengumuman saya memang tidak berada di Jogja melainkan di rumah. Bukannya
sudah terlalu PD lulus namun memang saya lebih nyaman menunggu kelulusan di
rumah. Saat mendengar kabar itu pun saya pun ikut merasakan kesedihan sahabat
saya ini maklum selama 2 tahun kami menjadi teman sebangku meskipun sebenarnya
kami kurang dekat karena dia pribadi yang introvert sedangkan saya yang
meskipun juga bukan orang yang supel tapi cukup terbuka untuk bergaul dengan
siapapun. Saat itu saya menceritakannya pada ibu, kemudian beliau mengatakan
bahwa, ”Beruntung kamu sekarang di rumah, tidak ikut merayakan kelulusan seperti
teman-temanmu di sana, setidaknya kamu tidak menunjukkan kebahagiaanmu ketika
lulus di saat ada sahabatmu yang dirundung duka karena dia belum lulus".
Malamnya saya menghubungi sahabat saya ini untuk memberikan motivasi bahwa
belum lulus saat ini bukanlah akhir dari segalanya namun ini merupakan ujian
yang diberikan Allah kepada hambaNYA yang dianggapNYA mampu melewati ujian
hidup ini agar ketika lulus dari ujian hidup ini bisa naik ke derajat yang
lebih tinggi.
Saat itu saya mendengar suaranya yang serak dan terisak-isak menceritakan kegalauan hatinya. Bagaimana mengatakan kepada orang tuanya?Apa yang harus ia lakukan saat ini?dan banyak hal-hal lain yang saya sendiripun tidak bisa menjawabnya. Dia merasa bahwa Allah tidak adil padanya, dia sudah belajar dengan sungguh-sungguh dan sudah jujur mengerjakan UAN tapi kenapa teman-teman yang lain, yang tidak jujur saat mengerjakan UAN justru lulus. Saat itu saya hanya bisa terdiam dan ikut meneteskan air mata merasakan pergolakan batin yang begitu besar yang dia alami, jika saya sendiri yang mengalaminya entah apa yang akan saya lakukan?apa saya akan sekuat dia? Akhirnya malam itu pun ditutup dengan kalimat-kalimat motivasi dan linangan air mata.
Saat itu saya mendengar suaranya yang serak dan terisak-isak menceritakan kegalauan hatinya. Bagaimana mengatakan kepada orang tuanya?Apa yang harus ia lakukan saat ini?dan banyak hal-hal lain yang saya sendiripun tidak bisa menjawabnya. Dia merasa bahwa Allah tidak adil padanya, dia sudah belajar dengan sungguh-sungguh dan sudah jujur mengerjakan UAN tapi kenapa teman-teman yang lain, yang tidak jujur saat mengerjakan UAN justru lulus. Saat itu saya hanya bisa terdiam dan ikut meneteskan air mata merasakan pergolakan batin yang begitu besar yang dia alami, jika saya sendiri yang mengalaminya entah apa yang akan saya lakukan?apa saya akan sekuat dia? Akhirnya malam itu pun ditutup dengan kalimat-kalimat motivasi dan linangan air mata.
Paginya
pun saya kembali mendengar berita dari seorang teman bahwa ada yang menyalahkan
saya kenapa sahabat saya ini belum lulus karena sikap saya yang pelit tidak mau
memberikan jawaban padanya. Masya Allah saat itu saya merasa bertambah sedih,
ok mungkin memang saya salah tapi kenapa harus saya yang disalahkan. Saya
bertanya-tanya apa yang sudah mereka coba berikan pada sahabat saya ini,
sahabat saya ini memang kurang cepat menerima pelajaran sehingga terkadang saya
membantunya menjelaskan materi-materi yang lain sedangkan teman yang lain
justru hanya asyik dengan gengnya sendiri. Saya pun tahu jika saya memberikan
jawaban dia tidak akan mau menerimanya karena kami memang memiliki prinsip yang
sama untuk tetap memegang teguh kejujuran tidak mau menyontek dan tidak mau di
conteki. Hal inilah yang mungkin membuat saya kurang dekat dengan teman-teman
satu kelas dan lebih suka menyibukkan diri untuk berorganisasi.
Alhamdulillah
setelah dinyatakan belum lulus sahabat saya ke Pare selama beberapa bulan untuk
kursus bahasa Inggris ternyata pepatah yang berbunyi "Man Jadda Wa Jadda" sangatlah terasa nyata. Dulu dia kurang dalam mata pelajaran ini tapi
Alhamdulillah berkat kesungguhannya dalam belajar, sekarang dia menjadi pribadi yang memiliki kepercayaan diri yang
tinggi dan memiliki kemampuan bahasa Inggris yang bagus pula. Saat ini sahabat
saya sedang kuliah di sebuah sekolah tinggi agama swasta di daerahnya dan aktif
mengajar anak-anak di PAUD.
Allah
memang melukiskan kebahagiaan kepada
setiap hambaNYA dengan cara yang berbeda-beda. Dan pesan moral yang saya
dapatkan dari sahabat saya ini adalah Allah tidak akan membebani seseorang di
luar batas kemampuannya dan yang bisa mengubah nasib kita adalah diri kita
sendiri so masih banyak ujian-ujian lain yang akan kita hadapi but keep smiling n Happy Graduation!!!